SEJARAH BOB MARLEY
Kapten Norval Sinclair Marley adalah seseorang yang berperawakan
kecil. Ia adalah seorang pengawas tanah perusahaan Crown Lands, milik
Pemerintahan Inggris yang telah menjajah Jamaika sejak tahun 1660-an
yang terletak sebelah utara pulau itu. Pangkat yang disandangnya ia
dapat saat menjadi komandan markas di Resimen British Hindia Barat.
Suatu saat ia bertemu dengan Cendella, seorang wanita pribumi yang telah
mamikat hatinya pada saat dia sedang berkunjung ke distrik Nine Miles.
Hubungan mereka menjadi pergunjingan warga setempat karena Ras.
Pada
Mei 1944 cedella mengejutkan keluarganya karena hamil. Sehingga pada
hari jumat dilaksanakanlah pernikahan antara Norval dengan Cendella dan
sehari setelah pernikahan mereka, Cendella diungsikan ke Kingston agar
tidak tercorek namanya sebagai ahli waris keluarganya.
Dan
akhirnya Cendella melahirkan seorang anak yang diberi nama Robert Nesta
Marley yang lahir pada pukul 2.30, Rabu Februari 1945 dengan bobot enam
setengan pon (3.25 kg) di Nine Miles. Konon pada malam kelahirannya,
banyak orang melihat beberapa meteor jatuh, yang menurut keyakinannya
akan lahir seorang tokoh besar.
Berbicara tentang Reggae pasti tidak akan pernah terlepas dari sosok Bob
Marley. Namanya tercatat sebagai salah satu figur terpenting di dunia
musik abad 20. Harus diakui, dikenalnya musik reggae di belantara dunia
musik sangat di pengaruhi oleh sosok musisi ini.
Awal kehidupan Bob Marley sarat dengan penderitaan. Apalagi status budak
yang mengalir dari darah ibunya secara pasti mengakrabkannya dengan
kemiskinan dan keterbelakangan. Kondisi politik dan perekonomian Jamaika
saat itu sungguh sangat memprihatinkan. Pemerintah kolonial yang
semena-mena dan hanya memuliakan kroni-kroninya, sangat kontras dengan
kehidupan para budak kulit hitam yang hidup dalam ruang kedap
kemiskinan. Hal inilah yang membuat Cedella memutuskan untuk pindah dan
bermukim di Kingston tepatnya di Trench Town, di rumah paman Bob Marley
yang bernama Solomon.
Di kota inilah obsesinya terhadap dunia musik bermula. Dari jalanan Bob
Marley mulai menepak pergaulan keras Kingston. Perkelahian geng, minuman
keras dan penikaman sudah menjadi menu yang teramat biasa dalam
kehidupan keseharian Kingston. Bob Marley yang telah tumbuh dewasa mulai
berinteraksi dengan kehidupan ini, bahkan dikehidupan jalanan nama Bob
Marley cukup disegani. Walaupun hanya berperawakan kecil(tinggi 163 cm),
Bob Marley terkenal kuat dan mendapat gelar dari teman-temannya, “Tuff
Gong”. Saat itu terkenal istilah Rude Bwai atau Rude Boy, kolompok
anak-anak muda yang mencari identitas diri dengan menjadi berandalan
Kingston. Musik menjadi inspirasi, pembangkit semanagt dan media
perlawanan mereka akan kesemena-menaan pemerintah. Bob Marley banyak
mendengarkan musik R&B dan Soul yang sedang berkembang, yang
kemudian hari menjadi inspirasi irama Reggae, melalui siaran radio
Jamaika dan Amerika. Selain itu di jalanan Kingston dia menikmati
hentakan irama Ska yang merupakan spirit tersendiri bagi Bob Marley, dan
kemudian mencoba memainkanya di studio-studio musik kecil di Kingston.
Joe Higgs, SEOrang musisi
Jamaiaka yang mengelola sebuah “sound system” (Semacam radio dan studio
keliling yang memainkan musik Amerika dan Jamaika), menjadi pemandu
musik pertama Bob Marley. Bob Marley mulai bergaul dengan musisi-musisi
Jamaika di Thrid Street sebuah komunitas musik milik Joe Higgs. Bersama
denagn Neville Bunny Livingston dan Peter Tosh, Bob Marley mulai
belajar mendalamai musik di Third Street. Mereka berlatih lagu-lagu hits
Amerika. Dan pada awal tahun1962 terbentuklah The Teenagers dengan
personil yang terdiri dari Bob Marley, Bunny Livingstone, Peter Tosh,
Beverly Kelso, Junior Braithwaite dan Cherry Smith. Disinilah Bob Marley
menciptakan sebuah lagu denagn judul Judge Not dan mulai menawarkannya
ke produser-produser rekaman di Kingston dan sekitarnya. Akhirnya dengan
perjuangan yang cukup lama Bob Marley dan bandnya mendapatkan panggilan
audisi dari Beverly’s, sebuah studio musik kepunyaan SEOrang
produser Cina yang bernama Leslie Kong. Dalam audisi itu Bob Marley
menyanyikan lagu Judge Not dan berakhir dengan tandatangan kontrak
sebesar 20 poundsterling. Judge Not pun dirilis kemudian menyusul dua
karya lainnya Terror dan One Cup of Coffe di tahun 1962. Atas kerjasama
Leslie Kong dan Chriss Blackwell (Island Record), Judge Not dan One Cup
of Coffe mulai dipasarkan di Inggris walaupun pada akhirnya kurang
laris akibat maraknya perkembangan musik di golongan kaum kulit putih
sendiri. Adapun nama The Teenagers berganti dengan nama The Wailing Rude
Boys kemudian berganti lagi menjadi The Wailing Wailers dan akhirnya
memilih nama The Wailers sebagai nama band mereka. Beberapa sumber
mengatakan sekitar tahun ini Bob Marley pernah menikah dengan SEOrang gadis yang bernama Cheryl Murray dan mempunyai keturunan bernama Imani Carole.
Selain sibuk dengan The Wailers, Bob Marley juga bekerja di Studio One
(studio besar di Kingston) kepunyaan Clement Coxsone Dodd, SEOrang
produser rekaman yang paling terkenal di Jamaiaka saat itu. Di studio
One Bob Marley bertugas mencari dan mengaudisi pemusik-pemusik berbakat.
Disela kesibukannya Bob Marley banyak menulis lirik lagu, salah satu
lagunya yang berjudul Simmer Down (sebuah lagu yang bercerita tentang
Rude boy) ditawarkan ke Tood. Tood tertarik dengan lagu Simmer down yang
berirama ska yang telah terkenal saat itu. Diantaranya The Teenagers
(band ska asuhan studio One), Rolando Alphonso (saxafone), pianis Jackie
Minto dan SEOrang
gitaris bernama Ernest Ranglin. The Wailers dengan hits Simmer Down
menjadi terkenal di Jamaika. Bahkan Simmer Down menduduki tangga lagu
teratas Jamaika pada tahun 1964. Keberhasilan inilah yang menbuat
Clement Dodd mengikat The Wailers dengan kontrak 3 poundsterling
perminggu untuk setiap anggota The Wailers. Tema lagu The Wailers saat
itu mengangkat masalah-masalah rakyat kecil Jamaika. Penderitaan,
kekerasan jalanan atau Rude Boys sampai pada pengucilan kaum ghetto
Jamaika. Setelah hits Simmer Down, menyusul kemudian It Hurts to be
Alone dan Lonesome Feeling. Sama dengan Simmer Down, lagu inipun mampu
menghentak tangga lagu Jamaika. Adapun saat itu Ska telah menjadi aliran
musik yang sangat digandrungi dan melahirkan musisi-musisi terkenal
Jamaika lainnya. Diantaranya Jimmy Cliff, Prince Buster, Byroon Lee
& The Dragonaires dan Millie Small denagn hits My Boy Lollipop.
Geliat Musik Jamaika saat itu cukup berkembang. Radio-radio Jamaika dan
Soundsystem aktif memutar lagu-lagu karya musisi-musisi Jamaika.
Sementara itu hits-hits luar dengan mudah masuk dan diserap oleh para
penikmat musik Jamaika dari siaran-siaran radio-radio Amerika.
Diantaranya adalah Jhon Lennon, The Beatles serta Jr. Walkers & The
Allstars yang kelak menginspirasi Bob marley dalam bermusik. Sementara
itu formasi The Wailers mengalami perubahan penting dengan keluarnya
Cherry, Junior Braithwaite serta Baverly Kelso. Sekitar tahun inilah
(tepatnya 1965), Bob Marley berkenalan dengan Rita Anderson yang
tergabung dalam The Soulettes, pada saat menjadi pelatih musik di
studio One. Perjalanan cinta yang cukup singkat tidak menjadi penghalang
bagi Bob Marley dan Rita Anderson untuk memutuskan menikah pada tanggal
10 februari 1966. Keinginan Bob Marley untuk total di dunia musik serta
memproduksi kaset sendiri menjadi alasan kepindahan Bob Marley ke
Amerika untuk bekerja dan mengumpulkan modal. Di Amerika Bob Marley
tinggal bersama ibunya yang telah pindah sebelumnya dan menikah dengan
edward.
Sepeninggal Bob Marley pada 21 April 1966, Kaisar Ethiopia Haile
Selassie yang menurut kepercayaan Rastafarian sebagai titisan Tuhan,
melakukan kunjungan kenegaraan ke Jamaika. Ribuan manusia yang utamanya
terdiri dari kaum kulit hitam tumpah ruah datang untuk melihat Sang
Mesias yang menurut keyakinan mereka akan membawa kaum kulit hitam
keperubahan menuju kemuliaan.
Dunia kerja Amerika yang sangat sulit apalagi Bob Marley sebagai imigran
yang tidak mempunyai skill kerja yang memadai, membuat Bob Marley
memutuskan untuk kembali ke Jamaika. The Wailers kembali berkumpul di
studio One dan mulai melakukan aktivitas bermusiknya. Di Jamaika sendiri
perkembangan musik yang terus berimpropisasi melahirkan gaya baru yang
terkenal dengan sebutan Rocksteady. Konsep Rocksteady membawa ide baru
untuk Ska. Beat Ska perlahan melambat menjadi ritme yang dikendalikan
oleh Bass. Lahirlah Bend Down Low serta Mellow Mood dari The Wailers dan
memutuskan album ini untuk dipasarkan sendiri secara independent.
Anggota The Wailers secara patungan akhirnya memiliki modal untuk
membangun toko kaset kecil di Grenwich Park Road. Mereka menjual
kaset-kaset The Wailers dan The Soulettes berkeliling di kota-kota dan
daerah sekitar Kingston. Bahkan beberapa sumber mengatakan anggota The
Wailers menjajakan kaset mereka berkeliling dengan menggunakan sepeda.
Kemudian The Wailers membuat single berikutnya Bend Down Low-nya Bob
Marley dan I’m The Thougest karya Peter Tosh dan memasarkannya di
Inggris melalui Island Record atas bantuan dari Chriss Blackwell. Usaha
dari The Wailers memasarkan dan memproduksi kaset mereka kurang mendapat
rspon dari penikmat musik Jamaika saat itu. Sementara itu salah satu
band dari studio One yaitu The Skatalist dengan hits The Gun of Navarone
dan SEOrang musisi kulit
hitam Desmond Dekker dengan hits Shanty Town berhasil melakukan
terobosan dengan menembus tangga musik Inggris. Bob Marley akhirnya
memilih untuk beristirahat sejenak dari kesibukan bermusik bersama Rita
yang sebelumnya telah menjadi Rastafarian, Bob Marley memutuskan pindah
ke St. Ann dan memperdalam Rastafarian-nya.
Bertani, menanam ganja kemudian menghisapnya sebagai meditasi, menjadi keseharian kehidupan Bob Marley. Rita akhirnya melahirkan SEOrang
anak perempuan kemudian diberi nama Cedella, nama yang sama dengan
ibunda Bob Marley. Kehidupan Rastafarian Bob Marley tetap diselangi
dengan menuliskan syair-syair tentang kehidupan serta banyak hal tentang
ajaran Rastafarian yang kelak akan menjadi ciri khas penulisan syair
lagu Bob Marley. Kepercayaan Rastafarian sendiri dianggap sebagian
masyarakat dan pemerintah sebagi ajaran yang meresahkan. Apalagi ganja
yang menjadi bagian ritual Rastafarian membuat para anggotanya sering
berurusan dengan aparat, termasuk diantaranya Bunny Livinston, Peter
Tosh, dan Bob Marley sendiri. Disinilah Bob marley berkenalan dengan
Mortimer Planno SEOrang
tokoh Rastafarian yang kemudian mengenalkannya dengan Johny Nash. Johny
Nash sendiri telah melahirkan hits Cupid, Hold Me Tight dan You Got
Soul yang membuat namanya terkenal dipercaturan musik Jamaika dan
Amerika. Dan atas rekomendsi dari Johny Nash, Bob Marley mengikuti
audisi yang dilakukan oleh Danny Sims. Audisi ini berhasil meyakinkan
Danny Sims dan mengikat kerjasama dengan The Wailers untuk menuliskan
lagu yang akan dibawakan oleh Johny Nash dibawah bendera JAD (lebel
musik milik Nash).
Di Jamaika sendiri sekitar tahun 1968 mulai muncul trend musik baru
dengan istilah Reggae. Reggae sendiri adalah kombinasi dari iringan
tradisional Afrika, Amerika dan Blues serta folk (lagu rakyat) Jamaika.
Nama Desmond Dekker saat itu menjadi buah bibir dikalangan pemusik
Jamaika dan Amerika. Dengan hits Israelites, untuk pertama kalinya
single Jamaika menduduki tangga nomer satu di Jamaika dan menempati
jajaran 10 besar hits Amerika. Sementara itu Bob Marley mendapatkan
tawaran lainnya dari Lee Perry untuk berkolaborasi dengan beberapa
musisi diantaranya Aston Barret pada bass, Glen Adams (keyboard),
Carlton Barret (drum) serta dengan The Upsetters. Kolaborasi ini
menghasilkan single seperti Mr. Brown, Duppy Conqueror, dan Soul Rebel.
Kemudian menyusul Small Axe, Kaya, Lively Up Your Self, dan Don’t Rock
my Boat (kolaborasi ini berlangsung antara tahun 1969-1970).
Dari beberapa kontrak The Wailers akhirnya Bob Marley mampu memproduseri
album mereka sendiri. Kembali terjadi perubahan pada tubuh The Wailers,
Aston Barret dan Carlton Barret (bersaudara), dan Tyronie Downie yang
mengisi kekosongan pada keyboard sepeninggal Glen Adams ke Amerika.
Lahirlah Trench Town Rock, Craven Choke, Puppy, dan Lick Samba yang
mereka rekam di Dynamic Studio dan dipasarkan di bawah bendera “Tuff
Gong”. Jalur musik internasional mulai mereka tepak dan The Wailers
memutuskan pindah ke Inggris setelah mendapat tawaran dari CBS untuk
menjadi band pengiring Johny Nash. The Wailers kemudian mengangkat
Brent Clarke menjadi manager mereka di Eropa. Lahirlah Stirt Up, You
Purred Sugar Me, Guapa Jelly dalam senggang waktu kerja samanya dengan
Johny Nash. Akhirnya pintu sukses muali terbuka setelah Chriss Blackwell
mengikat kontrak dengan The Wailers dan mengucurkan dana 8000
poundsterling untuk pembuatan album di Island Record. Bukan hanya itu,
“Tuff Gong” dipercayakan menjadi lebel sendiri di Jamaika sebagai bentuk
kerjasama dengan Island Record. The wailers kembali ke Jamaika untuk
mempersiapkan materi lagu dan melakukan penggubahan lagu-lagu mereka
sebelumnya termasuk diantaranya Stirt Up. Setelah materi siap, Bob
Marley membawanya ke Inggris dan menyempurnakannya di Island Record dan
di bantu oleh SEOrang
auditional Player Gitar bernama Wayne Perkins. Akhirnya pada bulan April
1973 The Wailers melahirkan debut pertama dibawah bendera Island Record
dengan title Catch A Fire.
Walaupun tidak berhasil masuk ke tangga lagu Inggris, Catch A Fire
mendapat respon yang cukup bagus dari penikamat musik Jamaika, Inggris
dan Amerika. Beberapa media memberitakan tentang “kelahiran” The Wailers
dalam percaturan musik internasional, diantaranya Melody Maker di
Inggris dan majalah Rolling Stone. The Wailers menjalani tour pertama
pada bulan April 1973 di Inggris kemudian bersiap-siap untuk jadwal tour
berikutnya di Amerika. Satu kejadian yang sangat penting dari sejarah
The Wailers terjadi menjelang awal tour Inggris. Bunny Livingstone yang
merupakan salah satu pendiri The Wailers memilih memundurkan diri, dan
akhirnya atas rekomendasi dari Peter Tosh mereka memasukan Joe Higgs
untuk mengisi kekosongan selam tour di Amerika. Setelah perjalanan tour
yang cukup melelahkan, The Wailers kembali keJamaika dan bermarkas di 56
Hope Road Kingston, sebuah kawasan permukiman elit yang dibeli oleh
Chriss Blackwell untuk kantor “Tuff Gong” yang merupakan perwakilan
Island Record di Jamaika. Kemudian kembali The Wailers mempersiapkan
materi untuk album berikutnya. Hallelujah Time, Get Up Stand Up, I Shot
the Sherrif, Burnin and Lootin menjadi materi untuk album kedua The
Wailers dengan title Burnin’. Di tour Burnin’ inilah kembali The Wailers
kehilangan salah satu pendirinya dengan keluarnya Peter Tosh. Kemudian
menyusul lagi personil lainnya Wire Lindo meninggalkan Bob Marley denagn
The Wailers-nya.
Kemungkinan yang terjadi dari keluarnya para personil awal dari The
Wailers adalah sosok Bob Marley yang telah begitu mendominasi personil
lainnya. Bahkan pada beberapa tour sebelumnya The Wailers malah sering
disebut-sebut sebagi “Bob Marley and The Wailers”. Hal ini sangat
mungkin terjadi, lika-liku panjang perjuangan Bunny Livingstone dan
Peter Tosh menemani Bob Marley membentuk The Wailres, adalah legalitas
bahwa The wailers bukan hanya Bob Marley. The Wailers memilih bertahan
dengan memasukan beberapa personil baru. I-Threes (trio Rita Marley,
Marcia Griffiths dan Judy Mowat) sebagai penyanyi latar, kemudian
mengangkat Don Taylor sebagai manager baru. Formasi ini melahirkan
Knotty Dread, Talkin’ Blues dan Road Block kemudian berlanjut lagi
dengan persiapan album berikutnya dengan title Natty Dread yang
bermaterikan lagu-lagu baru dan lagu lama yang dirilis ulang diantaranya
Bend Down Low, Lively Up Your Self serta No Woman No Cry yang
legendaris. Natty Dread dirilis pada Januari 1975, disinilah untuk
pertama kalinya secara jelas managemen The wailers berganti nama menjadi
Bob Marley and The Wailers. Popularitas Bob Marley mampu mengangkat
penjualan album Natty Dread bahkan album Burnin’ dan Catch A Fire yang
telah diliris sebelumnya. Bob Marley dengan pesona Reggae dan
sabda-sabda Rastafarian dalam lirik lagunya mampu menempatkan namanya
sejajar dengan pemusik-pemusik terkenal saat itu. Tangga lagu Amerika
ditepakinya, bahkan mereka menolak menjadi band pembuka untuk konser
Rolling Stone. Tour Natty Dread di Amerika dan Inggris telah membawa Bob
Marley sebagai SEOrang
musisi dunia yang menghembuskan aroma Rastafarian dari setiap lenting
ganja yang dihisapnya. Kecintaannya pada Kaisar Haile Selassie, Jah
(Tuhan) Rastafarian, menginspirasi Marley untuk menulis lagu War yang
sekaligus menjadi pertanda meninggalnya Kaisar Haile Selassie pada
tanggal 27 Agustus 1974. Rastafarian berduka, tetapi mereka yakin dengan
kepercayaan bahwa arwah Jah akan menyebar dan akan lahir kembali dalam
sosok manusia lain yang terpilih. Kematian Haile Selassie menorehkan
luka tersendiri pada diri Bob Marley. Peristiwa tersebut
menginspirasinya untuk menuliskan lirik Jah Live yang kemudian terjual
laris dibawah bendera Tuuf Gong. Lagu No Woman No Cry dirilis ulang oleh
Chriss Blackwell dan mampu menduduki tangga lagu Jamaika, Inggris dan
Amerika.
Perjalanan tour yang panjang mengharuskan Bob Marley jauh dari tanah
kelahirannya. Sementara itu di Jamaika kisruh politik sedang berkecimuk.
Pertikaian antara dua kubu politik yaitu PNP (People National Party)
sebagai partai penguasa dengan JLP (Jamaican Labour Party). Dan pasti
korbannya adalah rakyat jelata yang selalu menjadi tumbal keserakahan
politik. Bob Marley termasuk menjadi korban penembakan saat itu yang
terjadi di 56 Hope Road menjelang persiapan konser Smile Jamaica yang
direncanakan pada tanggal 5 Desember 1976. Selain Bob Marley yang turut
menjadi korban adalah gitaris Don Kinsey, manager John Taylor dan juga
Rita Marley yang mengalami luka-luka pada kejadian itu. Atas suaka yang
diberikan Micheal Manley sebagai perdana mentri dan Mentri Pemerintahan
Tony Spaulding, konser Smile Jamaica tetap dilaksanakan. Ribuan orang
datang memenuhi Outdoor National heroes Circle. Kesedihan Bob Marley
akan tanah kelahirannya yang dilanda perang saudara, mengalir manis
terwakili dari rintihan syir War yang menjadi tembang pembuka. Kemudian
menyusul Trench Town Rock, Rastaman Vibration dan hits-hits lainnya.
Konser selama kuarng lebih 90 menit sedikit mengobati luka-derita rakyat
Jamaika yang akhirnya kembali memilih Micheal Manley sebagai perdana
mentri pada pemilihan umum beberapa hari setelah konser Smile Jamaica
berlangsung.
Setelah kejadian yang menyisakan trauma pada diri Bob Marley, Bob Marley
and The Wailers untuk bermukim di Chelsea, Inggris. Persiapan materi
untuk album berikutnya segera dirampungkan. Disela-sela kesibukan ini
Bob Marley diundang oleh gereja ortodoks Ethiopia di London untuk
dipertemukam dan dikenalkan dengan Asfa Wossan, pangeran Ethiopia yang
merupakan cucu dari mendiang Kaisar Haile Selassie. Dalam pertemuan ini
Asfa Wossan memberikan cincin Lion of Judah yang sebelumnya adalah
kepunyaan Haile Selassie yang kelak akan menjadi barang kebanggaan Bob
Marley dan dikenakannya sampai akhir hayatnya. Perjuangan Bob Marley
dalam mengajarkan Rastafarian melalui syair-lagunya menjadi perhatian
tersendiri bagi para pemuka-pemuka Rastafarian dan bahkan Bob Marley
dianggap sebagai “The Prophet” (Sang Nabi) oleh para pemeluk kepercayaan
ini. Bermaterikan beberapa lagu lama dan lagu baru (One Love, Medley,
People Get Ready dan kisah asmaranya Bob Marley dengan Cindy
Breakspeare, Waiting In Vain), Album Exodus diluncurkan pada bulan Mei
1977.
Disela-sela tour Exodus di Paris, Bob Marley mendapatkan kecelakaan pada
saat bermain Bola dengan wartawan-wartawan Prancis. Jadwal tour yang
padat dan ketidakpedulian Bob Marley pada lukanya mengakibatkan luka
pada ibu jari kaki Bob Marley semakin serius. Karena luka yang semakin
parah serta hasil visum dari dokter spesialis Inggris yang menyatakan
ada infeksi dan bahkan telah ada sel kanker malignan melanoma yang
mengharuskan amputasi, Bob Marley memutuskan menunda tour Exodus di
Amerika. Bob Marley memilih beristirahat di Vista Line Miami tanpa
menghiraukan saran dokter untuk melakukan amputasi. Amputasi dalam
ajaran Rastafarian adalah hal yang tidak dibenarkan. Dikatakan secara
langsung oleh Bob Marley, “Rasta no abide amputation. I don’t allow a
man to be dismantled” Rasta tidak memperkenankan amputasi dan aku tidak
mengijinkan SEOrangpun
menghancurkan kepercayaan itu. Dibawah perawatan dokter pribadinya Bob
Marley menjalani pengobatan alternatif dengan mneggunakan pengobatan
yang tentu saja tidak dilarang oleh Rastafarian yang dianutnya.
Setelah merasa cukup sehat, Marley kembali mempersiapkan tour dunia Bob
Marley and The Wailers dengan mengusung Kaya dengan rute Amerika,
Inggris, Prancis, Spanyol, Swedia, Denmark, Australia, Selandia Baru,
dan berakhir di Jepang. Diantara kesibukan tour dunia ini, Bob Marley
mendapat undangan dari Twelpe Tribes of Israel (sekte Rastafarian dimana
Bob Marley menjadi anggotanya dan diberi nama Joseph), untuk menggelar
konser perdamaian di Jamaika. Kecintaan akan tanah air dan keprihatinan
Bob Marley terhadap perang saudara yang berlangsung, membuat Bob Marley
antusias untuk ikut serta dalam acara suci ini.
Pada tanggal 22 April 1978 konser yang bertajuk The People Peace
diselenggarakan. Tampak hadir dua kubu yang berseteru, Micheal Manley
dan Edward Seaga serta tokoh-tokoh politik lainnya. Peter Tosh tampil
sebagai musisi pembuka bernyanyi seraya menyulut dan menghisap ganja
yang pada akhirnya ditangkap aparat setelah konser usai. Kemudian Bob
Marley and The Wailers naik panggung disambut gemuruh sekitar 30.000
penonton. Trench Town Rock menjadi lagu pembuka, lagu War kemudian
mengalir membasuh derita rakyat yang begitu bersemangat mengikuti setiap
lagu yang dibawakan oleh Bob Marley and The Wailers. Bob Marley
kemudian mengajak perdana mentri Jamaika Micheal Manley dan pimpinan
oposisi JLP Edward Seaga untuk naik ke panggung. Diiringi lagu One
Love, Bob Marley yang diapit oleh kedua pimpinan kubu yang berseteru,
mengangkat tangan kanan Micheal Manley dan Edward Seaga kemudian
menyatukannya kedalam kepalan tangan sebagai perlambangan perstuan serta
mengakhiri persengketaan kedua belah pihak. Satu “rekayasa suci” yang
dilakukan oleh Bob Marley untuk meretas kembali perdamaian yang ternodai
oleh kepentingan politik yang maha tega.
Tour dunia Bob Marley and The Wailers yang dimulai dari Amerika dan
berakhir di Hawai sukses besar. Tercatat, dalam tour dunia ini Bob
Marley and The Wailers menjalani 71 kali pertunjukan. Syair-lagu,
Reggae, Serta, Bob Marley, bagaikan sihir yang mampu menciptakan daya
magis tersendiri. Lewat Reggae dan Bob Marley, Rastafarian yang sangat
identik dengan Bob Marley and The Wailers mulai dikenal oleh masyarakat
dunia. Sabda-sabda sang nabi telah menyebarkan benih-benih perdamaian,
keadilan, dan kesejahteraan ras. Atas jasa-jasanya ini, Bob Marley
mendapatkan medali Thind World Peace dari delegasi Afrika di PBB.
Setelah tour dunia usai, untuk beberapa saat Bob Marley beristirahat di
Addis Ababa Afrika dan kembali ke Jamaika sekitar tahun 1979. Kembali
pada kesibukan bermusik, Bob Marley and The Wailers telah siap dengan
materi album berikutnya. Afrika Unite, Zimbabwe, So Much Trouble in The
World, Third World, dan Ambush in The Night, diluncurkan dengan title
Survival. Dalam satu kesempatan, Bob Marley mendapat undangan kehormatan
dari Rhodesia Afrika dan tampil di Zimbabwe Independence Concert-Rufaro
Stadium-Salisbury, menjadi aksi diturunkannya bendera kolonial, Union
Jack. Album berikutnya kembali dirilis dan langsung dilanjutkan dengan
tour Uprising Tuff Gong di Eropa dan Amerika, dan sebagai akhir
kerjasama Bob Marley and The Wailers dengan Island Record sesuai dengan
kontrak yang disepakati.
Satu tawaran kontrak besar datang dari perusahaan musik internasional
Polly Gram Record untuk lima album senilai 10 juta dollar dan 3 juta
dollar untuk merilis album musisi-musisi Jamaiak yang berada di bawah
naungan Tuff Gong Record. Bukti sahih betapa Reggae yang begitu identik
denagn Afrika dan Rastafarian telah begitu diterima oleh khayalak musik
dunia. Akan tetapi “Sang Nabi” yang manusia biasa, tidak menyadari bahwa
penyakit yang dideritanya telah semakin parah. Sementara itu satu
jadwal konser di Stanley Theater-Pensylvania Amerika telah menunggu.
Kesehatan Bob Marley yang telah menurun drastis, tidak menyurutkan rasa
profesionalisme dan kecintaannya pada musik untuk memilih tetap tampil
walaupun dokter pribadinya (dr. Frazier) merekomendasikannya untuk
beristirahat total. Bob Marley and The Wailers kembali memainkan
“ritual” Reggae-nya. Sang Nabi mulai berjingkrak, memejamkan mata,
mengacungkan kepalan tangan sebagai simbol perlawanan sambil melantunkan
sabda-sabda Rastafarian yang mengalir masuk membasahi jiwa-jiwa
penggemarnya. Kemudian brlanjut dengan satu lagu versi akustik
Redemption Song yang dinyanyikan sendiri oleh Bob Marley. Tembang
Redemption Song mengalun dalam kemuliaan syairnya, semulia sang pelantun
dalam penghayatannya, seakan menyadari ini bahwa ini adalah sabda
terakhir Sang Nabi untuk dunia.
No comments:
Post a Comment